BARRU - kibarbarru.com OPINI oleh Muh. Taufiq Ikram Akhlak Pada hari kamis, tanggal 15 Desember 2022, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023
tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan telah disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang mengubah enam belas undang-undang
di sektor keuangan, dan menggunakan metode omnibus dalam penyusunannya.
Sejalan dengan hal tersebut, dari kegiatan acara diskusi Law and Regulations Outlook 2023 yang
diselenggarakan, diketahui bahwa undang-undang ini sering disebut sebagai Omnibus Law
Sektor Jasa Keuangan, sehingga disambut dengan sangat baik oleh para pemangku
kepentingan serta pengamat ekonomi.
Aviliani, Ekonom senior mendukung terbitnya
undang-undang ini,
Pengesahan undang-undang ini juga menunjukkan keseriusan pemerintah dalam
melakukan reformasi di sektor keuangan, yang turut mengikuti tantangan global yang mulai
beralih ke dunia digital hampir di semua sektor, termasuk sektor keuangan.
Undang -undang ini
mendorong inisitaif penguatan lembaga-lembaga keuangan, meliputi peningkatan tujuan dan
wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS).
Selain mengubah sedikitnya enam belas undang-undang di bawahnya, undang-undang
ini juga menjadi tindak lanjut dari reformasi yang komprehensif, seperti Undang-undang tentang
Hubungan Antara Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Undang-undang Cipta
Kerja, dan Undang-undang tentang Harmonisasi Keuangan Perpajakan.
Meskipun menginisiasi penguatan lembaga keuangan melalui undang-undang ini, namun
beberapa pihak menilai bahwa pengesahan undang-undang ini tidak transparan, kurangnya
partisipasi dari pihak-pihak yang berkepentingan, serta dilakukan secara cepat sehingga
nampak tergesa-gesa. Beberapa konsultasi kepada masyarakat terkait (publik) dinilai kurang
bermakna, karena naskah yang dibuka kepada masyarakat (publik) masih merupakan naskah
versi 20 September 2022, serta konsultasi kepada masyarakat yang hadir dalam pembahasan
undang-undang ini hanya diberikan kepada orang-orang tertentu.
Meskipun terdengar banyak kekurangan-kekurangan yang menjadi penilaian beberapa
pihak, dari pihak pemerintah (dalam hal ini Presiden Joko Widodo) mencoba meyakinkan
kepada publik bahwa pembahasan Rancangan undang-undang ini sebelum menjadi
undang-undang, antara pemerintah dan DPR, mulai dari rapat kerja, panitia kerja, sampai rapat
paripurna, selalu mengutamakan kepentingan publik, dilakukan melalui proses diskusi yang
konstruktif, terbuka, dan dinamis.
Sebagai contoh, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selama
ini dalam pengambilan keputusan (decision making) terbatas, sehingga berdampak kepada
lembaga-lembaga yang lain, seperti sebuah bank apabila terkena likuiditas, maka pasti memiliki
dampak terhadap lembaga yang lain.
Dalam undang-undang ini, terdapat terobosan yang
memungkinkan bagi LPS memainkan peran di awal, tanpa harus menunggu bank yang
bersangkutan ditutup terlebih dahulu.
Artinya, LPS dapat bergerak tanpa menunggu bank yang
terkena likuiditas ditutup. Solusi seperti ini perlu diapresiasi dan disambut baik oleh masyarakat Keberpihakan undang-undang ini terhadap masyarakat dapat dilihat juga dalam upaya
pemerintah meminimalisir maraknya kasus pinjaman online ilegal, skema ponzi, dan investasi
bodong yang berkedok koperasi simpan pinjam.
Bentuk keberpihakan undang-undang ini, yaitu
pengaturan koperasi dalam undang-undang ini, memakai sistem open loop dan close loop,
yang me-manage pelayanan usaha dan sistem permodalan. Akan diberikan sanksi bagi
koperasi yang melakukan pelanggaran dengan mengacu pada undang-undang ini serta
Peraturan Pemerintah / Peraturan Menteri yang datang setelahnya dalam rangka mengimplementasikan undang-undang ini. Ketentuan ganti rugi bagi masyarakat yang dirugikan
akibat pinjaman online yang tidak mengikuti aturan dari undang-undang ini, serta ketentuan
pidana untuk pencegahan terjadinya tindak kejahatan, semua ini berpihak kepada masyarakat.
Meski banyak keberpihakan kepada masyarakat dengan adanya peraturan ini, namun tidak
dipungkiri bahwa implementasi di lapangan dengan peraturan yang dibuat ini, masih memiliki
gap. Sehingga aspirasi yang diharapkan akan dilakukan kedepan oleh pemerintah dan pihak
terkait (stakeholders) adalah mendorong implementasi peraturan atau regulasi ini lebih nyata,
sehingga gap (celah/jurang) yang ada dapat diminimalisir bahkan dihilangkan.
Posting Komentar untuk "Tantangan Implementasi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan"